Eco Town at Sawangan

SHM (Sertifikat Hak Milik): Cara Membuat & Bedanya dengan HGB

shm adalah

Memiliki properti, terutama tanah, merupakan impian banyak orang. Namun, di balik kepemilikan tersebut, terdapat aspek legalitas yang perlu dipahami dengan baik. Salah satu bukti kepemilikan properti yang diakui secara hukum di Indonesia adalah Sertifikat Hak Milik. SHM adalah singkatan dari Sertifikat Hak Milik, yaitu dokumen yang menjadi bukti sah kepemilikan atas tanah.

 

Memiliki SHM memberikan Anda hak penuh atas tanah, termasuk hak untuk mendirikan bangunan, menggadaikannya, atau mewariskannya kepada keturunan. Ingin mengetahui lebih lanjut tentang Sertifikat Hak Milik, termasuk syarat, cara membuat, dan perbedaannya dengan HGB? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

 

Baca Juga: 7 Contoh Sertifikat Tanah dan Cara Mengecek Keasliannya!

 

Apa itu SHM (Sertifikat Hak Milik)?

Sertifikat Hak Milik atau SHM adalah dokumen resmi yang menunjukkan bahwa seseorang sepenuhnya memiliki tanah atau bangunan. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, sertifikat ini adalah tanda kepemilikan tertinggi atas properti tanah dan bangunan.

 

Dengan SHM, pemilik memiliki hak penuh atas propertinya dan dilindungi hukum. Memiliki properti dengan Sertifikat Hak Milik penting untuk mencegah masalah di masa depan. Hal ini karena pemilik yang terdaftar dalam SHM dianggap sah menurut hukum. Selain itu, sertifikat juga dapat digunakan sebagai jaminan kredit dan mewariskannya kepada keturunan.

 

Syarat Pembuatan SHM (Sertifikat Hak Milik)

SHM adalah

 

Proses pengurusan Sertifikat Hak Milik terdiri dari dua jenis, yaitu pendaftaran tanah belum bersertifikat dan balik nama untuk tanah sudah bersertifikat akibat jual-beli atau warisan. Adapun persyaratan dari masing-masing jenis pembuatan SHM adalah sebagai berikut:

 

Pendaftaran Tanah Baru atau Belum Bersertifikat:

  • Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau jenis surat tanah lain (asli).
  • KTP dan Kartu Keluarga.
  • Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) .
  • SPPT PBB.
  • Surat pernyataan kepemilikan lahan.

 

Balik Nama Sertifikat:

  • Sertifikat tanah (asli).
  • Akta Jual Beli (AJB).
  • Surat Keterangan Tidak Sengketa.
  • Surat Keterangan Riwayat Tanah.
  • Surat keterangan dari kelurahan.

 

Selain itu, untuk balik nama sertifikat akibat warisan, dokumen yang dibutuhkan sama dengan balik nama akibat jual-beli, namun Anda tidak perlu menyertakan AJB. Sementara itu, untuk dokumen peralihan hak dapat digantikan dengan surat keterangan waris dan surat kematian pewaris.

 

Biaya Pengurusan SHM (Sertifikat Hak Milik) 

Membuat Sertifikat Hak Milik memang membutuhkan biaya. Biaya ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

 

  • Biaya Pendaftaran: Rp50.000.
  • Biaya Layanan Pengukuran:
    • Luas tanah ≤10 hektar: Tu = (L500 x HSBKu) + Rp100.000.
    • Luas tanah 10 hektar ≤ 1.000 hektar: Tu = (L4000 x HSBKu) + Rp14.000.000.
    • Luas tanah > 1.000 hektar: Tu = (L10.000 x HSBKu) + Rp134.000.000.

Keterangan: Tu = Tarif ukur, HSBKU = Harga Satuan Biaya Khusus Kegiatan Pengukuran.

  • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): Maksimal 5% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dipotong Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

 

Total biaya yang harus Anda keluarkan akan bervariasi tergantung pada luas dan NJOP tanah. Semakin luas tanah atau NJOP-nya, maka biayanya pun akan lebih besar.

 

Baca Juga: Cara Menghitung Biaya Sertifikat Tanah Beserta Simulasinya

 

Cara Membuat SHM (Sertifikat Hak Milik)

Proses pembuatan Sertifikat Hak Milik mungkin terkesan rumit, namun dengan panduan yang tepat, Anda dapat mengurusnya dengan mudah dan efisien. Adapun langkah-langkah yang bisa Anda ikuti untuk membuat SHM adalah sebagai berikut.

 

1. Mendatangi Kantor ATR/BPN Setempat

Setelah mempersiapkan semua persyaratan dan dokumen yang diperlukan, langkah pertama membuat SHM adalah mengunjungi kantor ATR/BPN di wilayah Anda. Di sana, Anda dapat menuju loket pengajuan untuk mengisi formulir permohonan. 

 

Setelah formulir diisi dan ditandatangani, Anda bisa menyerahkan formulir tersebut bersama dengan dokumen persyaratan kepada petugas yang bertugas di kantor tersebut.

 

2. Pengukuran Lahan

Setelah dokumen-dokumen persyaratan dinyatakan lengkap, proses selanjutnya untuk pembuatan SHM adalah pengukuran lahan. Jika permohonan dianggap memenuhi syarat, maka petugas BPN akan mendatangi lokasi properti Anda untuk melakukan pengukuran secara langsung.

 

3. Pengesahan Surat Ukur

Setelah pengukuran lahan selesai, surat ukur akan disahkan oleh petugas BPN. Setelah disahkan, surat ukur akan didokumentasikan, dipetakan, dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

 

4. Penelitian Petugas Panitia A

Setelah surat ukur ditandatangani oleh pejabat BPN, proses pembuatan sertifikat akan dilanjutkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Panitia A. Panitia A terdiri dari petugas BPN dan lurah setempat yang berasal dari Sub-Seksi Pemberian Hak Tanah.

 

5. Pengumuman Data Yuridis

Setelah penelitian oleh Panitia A selesai, petugas BPN akan membuat pengumuman data yuridis tanah terkait di kantor desa atau kelurahan setempat. Hal ini bertujuan untuk memastikan tidak ada klaim atau keberatan atas permohonan hak atas tanah tersebut dari pihak lain.

 

7. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)

Setelah pengumuman data yuridis tidak ada kendala, langkah selanjutnya untuk membuat SHM adalah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Besarnya BPHTB dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan luas tanah. Selain itu, pembayaran BPHTB baru dapat dilakukan setelah surat ukur selesai dibuat. 

 

8. Penerbitan Sertifikat

Setelah pembayaran BPHTB selesai, proses terakhir dalam pembuatan SHM adalah penerbitan sertifikat. sertifikat akan diterbitkan oleh subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI) BPN. Anda dapat mengambil sertifikat di kantor BPN setelah proses penerbitan selesai. Lama proses penerbitan sertifikat dapat berbeda-beda, tergantung pada lokasi dan faktor lainnya. Namun, umumnya sertifikat dapat diambil setelah 6 bulan.

 

Perbedaan SHM dengan HGB

Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) sama-sama merupakan bukti kepemilikan properti, namun keduanya memiliki hak dan kewenangan yang berbeda bagi pemiliknya.

 

Pemegang Sertifikat Hak Milik memiliki hak penuh atas tanah dan bangunan di atasnya, termasuk mewariskannya kepada keturunan. Dokumen ini tidak memiliki batas waktu, sehingga Anda dapat memilikinya selamanya.

 

Di sisi lain, HGB hanya memberikan hak atas bangunan yang didirikan di atas tanah milik negara. Hak ini memiliki batas waktu 30 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun lagi. HGB umumnya digunakan untuk properti komersial.

 

Contoh Sertifikat Hak Milik (SHM)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sertifikat Hak Milik adalah bukti kepemilikan tanah yang paling kuat. Pemegang sertifikat ini memiliki hak penuh atas tanahnya, termasuk mewariskan dan memperjualbelikannya. Berikut adalah contoh sertifikat hak milik:

Contoh Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sumber: Brighton

 

 SHM adalah dokumen yang memberikan Anda hak penuh atas tanah dan bangunan. Dengan memiliki dokumen ini, Anda akan terhindar dari potensi sengketa kepemilikan dan dapat menikmati properti dengan nyaman.

 

Selain itu, Jika Anda sedang berencana membeli rumah dengan kepemilikan yang aman dan nyaman, Hannam di Eco Town Sawangan adalah pilihan tepat. Eco Town merupakan kota impian di Indonesia yang menawarkan rumah mewah dengan kepemilikan aman dan terjamin. Setiap unit di Eco Town dilengkapi dengan SHM, sehingga Anda tidak perlu khawatir tentang masalah legalitas.

 

Yuk, cari tahu lebih lanjut mengenai fasilitas hunian premium di Hannam di Eco Town Sawangan yang berlokasi strategis di Sawangan Depok dengan menghubungi kami atau kunjungi show unit di Jl.Raya Bojongsari No.18, Bojongsari Lama, Kec. Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat.

 

Baca Juga: Cara Cek Sertifikat Tanah Secara Online yang Mudah dan Cepat