Luxe Enclave

BPHTB: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Simak!

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB adalah pajak yang dikenakan saat terjadi perolehan hak atas tanah dan bangunan. Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang penting, BPHTB berperan besar dalam mendukung berbagai program pembangunan yang dijalankan pemerintah.

Dalam pengurusan BPHTP, notaris dan PPAT memiliki peran penting sebagai pejabat umum yang bertugas memeriksa keabsahan dokumen. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kesalahan administrasi yang dapat berujung pada sanksi atau denda. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang BPHTP, mulai dari definisi, biaya, cara menghitung, cara mengurus, hingga ketentuan dan sanksi terkait.

 

Baca Juga: Notaris: Tugas, Fungsi, dan Bedanya dengan PPAT

 

Apa itu BPHTB? 

BPHTP adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang harus dibayar saat seseorang mendapatkan hak atas tanah atau bangunan, seperti melalui jual beli, hibah, waris, atau tukar menukar.

 

Pajak ini dipungut oleh pemerintah daerah sebagai salah satu sumber pendapatan. Pihak yang membayar BPHTP adalah pembeli, sementara penjual dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini memastikan setiap transaksi properti tercatat dan dilakukan secara legal.

 

Baca juga: Apa itu PPJB? Pahami Risikonya sebelum Jual Beli Properti

 

Kapan BPHTB Dikenakan?

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dikenakan ketika terjadi perolehan hak atas tanah dan bangunan. Beberapa situasi yang mewajibkan pembayaran BPHTB adalah: 

  • Jual beli tanah atau bangunan.
  • Hibah tanah atau bangunan.
  • Pewarisan tanah atau bangunan.
  • Tukar menukar tanah atau bangunan.
  • Pemasukan tanah atau bangunan ke dalam perseroan atau badan hukum lainnya.

Berapa Biaya BPHTB?

Di Indonesia, biaya BPHTB adalah 5% dari harga properti (NPOP), dikurangi jumlah minimum yang tidak dikenakan pajak (NPOPTKP). Namun, setiap daerah menetapkan NPOPTKP yang berbeda-beda, yakni disesuaikan dengan kondisi pasar properti setempat dan kebijakan pajak yang berlaku. 

Dengan demikian, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bisa bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung pada ketentuan yang berlaku di wilayah masing-masing.

 

Cara Menghitung BPHTB

Cara menghitung BPHTB adalah dengan mengurangi Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu harga jual tanah atau bangunan yang akan Anda miliki dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Anda. Setelah itu, hitung Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dengan menggunakan tarif tetap sebesar 5% dari selisih antara NPOP dan NPOPTKP.

 

Contoh perhitunagn BPHTB:

Jika NPOP adalah Rp1.000.000.000 dan NPOPTKP adalah Rp60.000.000, maka:

NPOP-KP = NPOP – NPOPTKP

 = Rp1.000.000.000 – Rp60.000.000

 = Rp940.000.000

BPHTB = 5% x NPOP-KP

 = 5% x Rp940.000.000

 = Rp47.000.000

Jadi, BPHTP yang harus dibayarkan adalah Rp47.000.000.

 

Baca juga: Mengenal Perbedaan HGB dan SHM dari Definisi dan Fungsinya

Cara Mengurus BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah)

 

bphtb adalah

 

Dalam melakukan jual beli tanah atau bangunan, berkas yang harus dipenuhi ketika mengurus BPHTB adalah :

  • SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) BPHTB.
  • Fotokopi SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) untuk tahun berjalan.
  • Fotokopi KTP wajib pajak.
  • Fotokopi STTS (Surat Tanda Terima Setoran) atau bukti pembayaran PBB melalui ATM untuk lima tahun terakhir.
  • Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti akta jual beli, sertifikat, girik, atau letter C.

Sementara itu, jika tanah atau rumah diperoleh melalui waris, hibah, atau jual beli waris, maka berkas yang harus dipenuhi ketika mengurus BPHTB adalah:

  • SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah).
  • Fotokopi SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) untuk tahun berjalan.
  • Fotokopi KTP pihak yang berkewajiban membayar pajak.
  • Fotokopi STTS (Surat Tanda Terima Setoran) atau bukti pembayaran PBB melalui ATM untuk lima tahun terakhir.
  • Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti akta jual beli, sertifikat, girik, atau letter C.
  • Fotokopi Akta Hibah atau Surat Keterangan Waris.
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK).

Ketentuan BPHTB

Proses pemindahtanganan hak atas tanah atau bangunan harus melalui langkah-langkah yang sah secara hukum dengan bantuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) untuk pengesahan BPHTB adalah:

  • Penyerahan bukti BPHTB ke PPAT/notaris: PPAT atau notaris dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB.
  • Penandatanganan risalah lelang: Kepala kantor yang menangani lelang negara dan kepala kantor pertanahan dapat menandatangani risalah lelang setelah menerima bukti pembayaran BPHTB dari wajib pajak. Risalah lelang yang ditandatangani oleh kepala kantor pelayanan lelang negara adalah dokumen resmi yang digunakan sebagai bukti sah perolehan hak atas tanah atau bangunan.
  • Pelaporan pembuatan akta atau risalah lelang: Akta atau risalah lelang harus dilaporkan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Sanksi Pelanggaran BPHTB

Berdasarkan Pasal 93 ayat (1) hingga ayat (3) UU PDRD, sanksi yang akan dikenakan terhadap PPAT/notaris dan kepala kantor yang melanggar ketentuan BPHTB adalah sanksi administratif. Pelanggaran ini dapat berupa kelalaian dalam pemungutan, penyetoran, dan pelaporan BPHTB. Setiap pelanggaran dikenakan denda sebesar Rp7.500.000.

Selain itu, kepala kantor yang bertanggung jawab atas pelayanan lelang negara akan dikenakan denda sebesar Rp250.000 untuk setiap laporan yang tidak memenuhi ketentuan. Pelanggaran ini mencakup ketidakpatuhan dalam melaporkan hasil lelang yang berkaitan dengan BPHTB sesuai peraturan yang berlaku.

 

BPHTP bukan hanya kewajiban perpajakan, tetapi juga kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Memahami BPHTP akan sangat berguna, terutama jika Anda berencana membeli properti. Dengan membayar BPHTP tepat waktu, Anda turut serta mendukung program pemerintah yang memberikan manfaat luas bagi masyarakat.

 

Dalam hal ini, Hannam di Eco Town Sawangan adalah solusi yang sangat tepat. Hannam adalah salah satu perumahan di Sawangan Depok yang menawarkan hunian mewah dengan lingkungan yang hijau, modern, dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas premium, seperti kolam renang, taman bermain anak, lapangan olahraga, dan masih banyak lagi. 

 

Untuk informasi lebih lanjut mengenai hunian Hannam di EcoTown Sawangan, Anda bisa menghubungi kami atau datang langsung ke show unit kami yang berlokasi di Jl. Raya Bojongsari No. 18, Bojongsari Lama, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Segera wujudkan rumah impian Andai! 

 

Baca juga: Pajak Rumah Mewah: Pengertian dan Cara Menghitungnya